Sekelompok Banser Berulah, Dubes Indonesia 'Didamprat' Kerajaan Arab Saudi
Oleh: Mbah Pirman*
Melalui akun twitternya, Guntur Romli memberitahukan bahwa sekelompok massa yang menyanyikan lagu Ya Lal Wathan saat sa'i dalam rangkaian ibadah umrah adalah Sorban (Ansor-Banser).
Unggahan Guntur menjadi viral, lalu menjadi polemik di dalam dan luar negeri hingga membuat hubungan diplomasi antara Indonesia-Arab Saudi menjadi terganggu.
Sebelum pihak berwenang memberikan pernyataan, kelompok yang membela tindakan Banser itu mengutip sebuah dalil dibolehkannya bernyanyi saat sa'i. Umumnya, mereka merujuk pada adanya sejarah bahwa Sayyidina Umar bin Khaththab yang merupakan Khalifah kedua dalam Islam pernah bersyair saat melakukan sa'i.
Opini semakin liar. Sampai-sampai, Abu Janda yang terbukti dan dinilai banyak pihak sebagai orang yang tidak paham agama Islam menuduh dua ustadz sebagai bibit teroris.
Abu Janda melalui akun twitternya menuduh Hilmi Firdausi dan Azzam Izuul Haq sebagai orang yang bodoh dalam beragama, berislam hanya untuk membenci, dan dari merekalah lahir para teroris.
Tanpa harus membahas lebih jauh tentang sah atau tidaknya sa'i yang dilakukan sembari bernyanyi, mari berupaya untuk sedikit menggunakan logika. Bukankah akal ini sudah didesain sedemikian canggih hingga bisa membedakan baik dan buruk?
Apalagi akal orang Islam yang beriman, dimana akal tersebut juga disempurnakan dengan hati yang kata Nabi; tanyakan pada hatimu, ia pasti mengenali kebenaran.
Tindakan yang dilakukan oleh sekelompon Ansor-Banser ini, seharusnya membuat kita mengelus dada. Ditambah dengan pembelaan membabi buta dari pendukungnya, amat logislah jika elusan ke dada diiringi dengan tepok jidat.
Apa jadinya jika dalil bersyairnya Khalifah Umar dijadikan sebagai hujjah, kemudian akan menyusul oknum-oknum lain yang ikut bernyanyi dengan lagu-lagu kesukaan mereka? Sangat tidak terbayang, jika kemudian ada orang yang melakukan ibadah umrah, ia melakukan sa'i, lalu menyenandungkan Jaran Goyang sembari berjoget.
Tidak bermaksud menyamakan lagu Ya Lal Wathan dengan Jaran Goyang. Keduanya jauh berbeda secara makna dan spirit. Tapi ada kesamaan dalam hal lagu/nasyid/nyanyian dan sangat besar peluangnya untuk disalahgunakan.
Hal itu pula yang disampaikan oleh Duta Besar Kerajaan Arab Saudi untuk Indonesia di Jakarta, Osama bin Muhammad Al-Shuaibi. Ia dengan tegas menyatakan, "Tidak sepatutnya!"
Sebab, lanjutnya, hal itu bisa menimbulkan kegaduhan jika masing-masing jamaah haji/umrah ikut menyanyikan lagu/mars/qashidah/nasyid kesukaannya, lalu dinyanyikan secara bersama-sama dengan suara keras dan divideokan.
Perkaranya kian benderang ketika Duta Besar Republik Indonesia untuk Arab Saudi di Jeddah menyampaikan klarifikasi bernada penyesalan. Pihaknya mendapatkan teguran dari Kerajaan Arab Saudi dan menyatakan akan menindak tegas semua jenis politisasi dalam ibadah haji dan umrah.
Belum berhenti, Agus Maftuh Abegebriel juga menjelaskan, kejadian tersebut cukup mengganggu hubungan diplomatis dua negara yang disebut sedang mesra-mesranya.
Bukankah ini harga yang amat mahal? Nyanyian yang tak seharusnya ada, dipertontonkan, dibela, kemudian mengganggu hubungan dua negara mayoritas Muslim yang rukun, damai, dan kerap bekerja sama.
Rasa-rasanya, kita perlu merenungkan nasihat Aa Gym yang berulang kali menyatakan, "Kita ini bagian dari solusi atau masalah di negeri ini?" [Tarbawia]