Gubernur NTG TGB Muhammad Zainul Majdi dan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan (ilutrasi) |
Tarbawia - Saat itu, salah satu di antara kami bertanya langsung kepada Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi soal beberapa survei dan animo masyarakat bahwa dirinya masuk radar capres dan cawapres pada pemilu 2019 mendatang.
Lebih dari 3 kali kami bertanya. Dan TGB tak pernah mengubah jawabannya.
Katanya, "Itu kan masih katanya ya. Prinsipnya, dimana ruang perkhidmatan itu terbuka, kita harus mengisinya dengan semangat dakwah."
Jawaban ini serupa dengan yang dia sampaikan saat mengisi kajian ma'rifatullah di Masjid Daarut Tauhid Bandung Jawa Barat pekan lalu.
Seorang jamaah berkata, "Saya berharap, TGB menjadi RI 1."
Lalu TGB menangkis dengan menyatakan, "Kalau soal itu, hanya menambah kekhawatiran setelah saya khawatir tidak bisa menyampaikan materi akhlak dan ma'rifatullah sebagaimana biasa disampaikan oleh Aa Gym setiap Kamis malam."
Kembali kepada obrolan kami di awal tulisan, kawan kami lalu bertanya, "Apa yang akan TGB lakukan guna mengenalkan diri kepada masyarakat karena NTB ini di Timur Indonesia dan belum seterkenal daerah Jawa?"
TGB diam sejenak. Matanya terpejam. Tangan diletakkan di pelipis, lalu berkata, "Kalau itu (mengenalkan kepada masyarakat) kan tugasnya Anda (para wartawan)."
TGB sadari posisi dirinya. Lalu dia tidak diam. Ia semakin semangat berkeliling daerah untuk mengisi berbagai kajian, lalu menyiarkan secara live via akun medsos resminya.
Dan dari sana, terciptalah isu. Umat jadi tahu siapa TGB, persis seperti yang dilakukan oleh Ustadz Abdul Somad hingga dikenal sebagai dai sejuta followers.
Kepada capres representasi umat lainnya, atau siapa pun yang menjadi timnya, manfaatkan semua akun medsos yang Anda miliki.
Bicaralah, bergeraklah, biarkan medsos menjadi media ampuh agar Anda dikenal.
Jangan sampai ada kata "Tak Diblow Up" media, padahal media sosial itu ada di bawah kendali tangan kita.
TGB dalam sehari bisa 3 kali ceramah. Baik di FB maupun IGnya. Belum lagi tulisan ringan dan publikasi lainnya yang sarat ilmu dan hikmah.
Itu pula yang dilakukan UAS hingga kini. Seperti saat di Malang kemarin, semua pesan UAS tersampaikan dengan baik sehingga mudah mengolahnya menjadi kabar/tulisan/publikasi untuk umat yang memang butuh pencerahan. [Tarbawia]