Garda Keadilan - Tersangka kasus korupsi penjualan kondensat Rp 35 triliun, Honggo Wendratno diduga kabur ke Hong Kong. Ia meninggalkan Singapura dengan identitas palsu.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Komisaris Besar Daniel TahiMonang Silitonga mengatakan, berdasarkan data perlintasanantarnegara, Hong Kong keluar Singapura sejak akhir 2017.
"Dari Singapura terus ke Hong Kong. Dari sana kita cek lagi semua data perlintasannya," kata Daniel. Diduga, Honggo bersembunyi di wilayah otonomi khusus Cina itu.
Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Brigadir Jenderal Napoleon Bonaparte mengatakan pihaknya telah menjalin kerja sama sama dengan imigrasi Singapura untuk melacak keberadaan Honggo.
Berdasarkan data imigrasi Singapura, Honggo meninggalkan negara itu menggunakan nama samaran. Namun imigrasi Singapura bisa mengenalinya dengan teknologi pemindai wajah.
Bonaparte mengatakan pihaknya telah mengirim surat pengingat kepada negara-negara yang diduga jadi tempat persembunyian bekas Presiden Direktur PT Trans Pacific Petrochemical Indotama itu (TPPI).
Dalam suratnya, NCB Interpol menyampaikan red notice atas nama Honggo karena statusnya sebagai tersangka kasus korupsidi Indonesia. Red notice telah dikirim ke Interpol sejak Januari 2018.
Kecurigaan bahwa Honggo telah meninggalkan Singapura muncul setelah Polri mengirim utusan untuk menemuinya.
Senior Liaison Officer (SLO) Polri di Singapura telah mengecek keberadaan Honggo di rumah sakit tempat dia menjalani perawatan jantung, alamat kantor TPPI, dan kediaman tersangka di negara itu.
"Tidak ditemukan keberadaannya," kata Kepala Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul.
Laporan dari SLO juga menyebutkan alamat TPPI di Singapura ternyata bukan kantor perusahaan itu.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setya Wasisto menambahkan, Honggo diduga menggunakan identitas dan paspor palsu untuk menghindari pelacakan imigrasi.
Setya mencontohkan Djoko Tjandra yang berhasil kabur ke Papua Nugini dengan identitas dan paspor palsu. Jika modus ini juga dipakai Honggo, dia bisa lolos dari pelacakan. "Akan lebih sulit pelacakannya," ujarnya.
Pemerintah Singapura ikut angkat bicara mengenai Honggo setelah tersangka itu tak pulang-pulang ke Indonesia untuk menjalani proses hukum.
"Honggo Wendratno tidak berada di Singapura," demikian pengumuman yang dirilis Kementerian Luar Negeri Singapura, Sabtu 13 Januari 2018.
Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Singapura jugamenegaskan kesediaannya memberikan bantuan penuh padaIndonesia sesuai dengan batas wewenang hukum dan kewajiban internasional untuk melacak keberadaan Honggo.
Kilas Balik
Pelimpahan Perkara Ke Kejagung Batal, Bekas Kepala BP Migas Disuruh Pulang
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri batal melimpahkan tersangka kasus korupsi penjualan kondensat ke Kejaksaan Agung. Salah satu tersangka, Honggo Wendratno, bekas pemilik Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) tak datang.
"Sudah dilakukan pemanggilan kepada Saudara Honggo melalui pengacara dan keluarganya," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim, Brigadir Jenderal Agung Setya, 9 Januari 2018.
Dalam surat panggilan Bareskrim, tiga tersangka yakni Honggo, Raden Priyono (bekas Kepala Badan Pengatur Hulu Minyak dan Gas/BP Migas) dan Djoko Harsono (Deputi Finansial, Ekonomi dan Pemasaran BP Migas), diminta menghadap penyidik pada Senin, 8 Januari 2018.
Raden Priyono dan Djoko Harsono datang. Sedangkan Honggo tak nongol. Lantaran belum bisa menghadirkan semua tersangka, Bareskrim memutuskan menunda pelimpahan tahap dua perkara kondensat.
Pada 8 Januari 2018, Raden Priyono dan Djoko Harsono datang ke Bareskrim didampingi kuasa hukumnya masing-masing. Namun pelimpahan batal. "Kita disuruh balik," kata Supriyadi Adi, kuasa hukum Raden Priyono.
Menurut Supriyadi, Bareskrim tak menjelaskan alasan pembatalan pelimpahan. Hanya disebutkan masih ada masalah teknis. "Belum bisa. Itu saja. Saya enggak tahu. Tanya ke sana (Bareskrim) saja," ujarnya.
Raden Priyono dan Djoko Harsono sempat ditahan. Namun mendapat penangguhan penahanan lantaran menderita sakit.
Untuk diketahui, Bareskrim telah melakukan pelimpahan tahap pertama atau berkas perkara tersangka ke Kejaksaan Agung pada 18 Desember 2017 lalu. Setelah diteliti, Kejaksaan menyatakan berkas perkara sudah lengkap.
Tahap berikutnya adalah pelimpahan tahap dua yakni tersangka dan barang bukti ke kejaksaan. Agung mengatakan penyidik sudah berkoordinasi dengan kejaksaan mengenai penundaan pelimpahan tahap dua itu.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menambahkan, pelimpahan tersangka juga menunggu kesiapan kejaksaan yang akan jadi penuntut umum perkara ini.
"Jadi gini, tahap dua itu tunggu dari Kejaksaan. Kalau kami serahkan, mereka belum siap kan, jadi harus ditunggu," kata Setyo di Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat.
Menurut Setyo, Polri akan mengirim tim ke Singapura untuk mengecek keberadaan Honggo. Selama ini pria itu bermukim di negara tetangga untuk perawatan sakit jantung. "Informasinya masih sakit. Kami akan cek lagi nanti. Penyidik bisa cek ke sana nanti," tuturnya, kemarin.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengimbau agar Honggo pulang ke Tanah Air untuk menjalani proses hukum.
Jika Honggo tak kunjung pulang, Kejaksaan bakal menyidangkan perkaranya secara in absentia. Honggo bakal dikenakan hukuman lebih berat lantaran dianggap melarikan diri dari proses hukum.
Sumber: rmol