Berhati-hatilah membeberkan persoalan rumah rangga pada teman sekantor yang berlainan jenis.
Alih-alih masalah terselesaikan, perselingkuhaan bisa terjadi. Kalau sudah begini, satu pihak akan meneguk madu, pihak yahg lain menelan racun.
Masih ingat skandal yang melibatkan Bill Clinton dan Monica Lewinsky?
Ya, itulah skandal perselingkuhan yang mengguncang dunia karena melibatkan orang nomor satu di negara adidaya, Amerika Serikat.
Perselingkuhan tersebut tidak hanya melukai hati rakyat Amerika, tetapi terutama mencoreng aib pada figur keluarga harmonis Amerika - yang ingin ditunjukkan oleh pasangan Bill dan Hillary Rodham Clinton dalam kampanyenya.
Terbongkarnya skandal antara penguasa AS dengan pegawai magang di Gedung Putih itu membuat Clinton harus menghadapi impeachment parlemen.
Jabatan presiden pun nyaris ditanggalkannya. Bahkan, yang paling menyesakkan dada, hubungannya dengan istri tercintanya, Hillary, menjadi hambar, meskipun hal ini berusaha mereka tutupi.
Skandal Bill Clinton - Monica Lewisnky hanyalah satu contoh perselingkuhan yang terjadi di muka bumi ini. Masih ada puluhan, ribuan, bahkan jutaan skandal lain yang melibatkan cucu Adam dan Hawa.
Ancaman kehilangan jabatan dan keretakan rumah tangga, seperti yang dihadapi Clinton, menjadi dua dari sekian banyak pil pahit perselingkuhan yang mesti ditelan.
Namun, tak sedikit pula yang mengaku perselingkuhan justru menjadi pendongkrak kasih sayang terhadap keluarga. Benarkah?
Hati-hati curhat!
Di era serba terbuka seperti sekarang, perselingkuhan, termasuk dengan rekan sekantor, seperti menjadi hal biasa.
Di Singapura, yang masyarakatnya cenderung workaholic misalnya, selingkuh dengan teman sekerja menjadi cara untuk menyalurkan kebutuhan sosialisasi dengan lawan jenis.
"Panjangnya jam kerja, ditambah jauhnya jarak rumah - kantor, membuat kesempatan untuk berselingkuh dengan rekan kerja semakin terbuka," jelas Dra. Pamugari Widyawati, ketua Jurusan pada Fakultas Psikologi Universitas Paramadina, Jakarta.
Selingkuh, menurut Pamugari, adalah menjalin hubungan intim dari segi fisik dan emosional dengan pihak lain. Semua itu dilakukan di luar perjanjian hukum dan komitmen bersama, serta tanpa diketahui oleh pasangaan sahnya.
Perselingkuhan bisa berawal dari usaha mencurahkan isi hati (curhat) pada teman dekat dalam menghadapi persoalan yang dihadapi.
Apa yang dialami Dini (bukan nama sebenarnya), karyawati perusahaan media ternama di Jakarta yang berselingkuh sekaligus dengan dua teman sekantornya, mungkin bisa jadi contoh.
Ketika sedang kalut karena akan bercerai dengan suaminya yang berselingkuh, Dini mulai curhat dengan rekan sekantornya.
"Curhat itu ternyata berkembang menjadi 'curhat' lainnya, 'mencuri hati'," katanya sambil tertawa.
Meskipun perceraian dengan suami urung terjadi, perselingkuhan tak terhindarkan lagi.
"la menjadi bagian dari kehidupan saya setiap hari, apalagi kami sekantor," lanjutnya.
Curhat memang akan menimbulkan keterlibatan emosional, yang diawali dari perhatian.
Kedua insan saling menyamakan visi, dan menganggap mereka bisa saling melengkapi dan dimengerti.
Ini jelas jadi lampu merah bagi hubungan yang sehat dengan pasangan sah. Apalagi jika pasangan itu sedang mengalami hambatan komunikasi karena kesenjangan wawasan.
Kalau ditelaah lebih jauh, pada dasarnya pria menyukai variasi, persaingan, dan petualangan. Tidak heran bila ia rentan untuk berselingkuh.
"Sejak kecil seorang pria didorong untuk menang bersaing, sedangkan wanita dibesarkan untuk bisa menjadi orang yang mertgemong dan mengasuh lingkungan," jelas Pamugari, yang mantan dosen Jurusan Psikologi Klinis, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, ini.
Lain dengan yang terjadi pada wanita. Perkembangan informasi dari media massa tentang emansipasi wanita dan feminisme, ditanggapi wanita secara berlebihan.
Akibatnya, ia pun menghalalkan segala cara untuk memuaskan ambisi dan mencapai tujuan. Salah satu "alaf'nya, perselingkuhan.
"Itu dapat disebut si wanita terimbas gender maskulin," kata Pamugari. Wanita yang seharusnya menjadi pihak yang memelihara hubungan kerja sama, ternyata terimbas ikut bersaing dengan cara tidak sehat agar tujuannya tercapai.
Maka, perselingkuhan pun semakin mudah terjadi.
Selain untuk memuaskan ambisi atau mencapai tujuan yang dikehendaki, perselingkuhan juga dijadikan jembatan untuk mendapatkan variasi hubungan seksual.
"Saya berselingkuh dengan teman-teman di kantor sebagai variasi hubungan seksual," aku Danton (nama samaran), wartawan yang mengaku berselingkuh dengan beberapa teman wanita sekantornya.
Ada pula yang berselingkuh semata-mata dengan tujuan mendapatkan kepuasan materi.
Jalinan perselingkuhan antara Johnie (lagi-lagi nama rekaan) dengan ibu muda pengusaha adalah salah satu contohnya.
Ketertarikan pengusaha itu kepada figur Johnie, yang mirip ayahnya, bisa dimanfaatkan untuk membiayai gaya hidup Johnie yang mentereng, lengkap dengan kencan tingkat tinggi di hotel berbintang.
Just for fun adalah tujuan lain perselingkuhan. Setidaknya itulah yang diucapkan Dini, yang sudah hampir empat tahun berselingkuh.
"Senang saja sin, setidaknya saya memiliki lebih dari satu orang yang mencintai dan menginginkan saya," ungkapnya.
Jadi, dengan perselingkuhan sebenarnya banyak hal yang bisa dicapai. Eh, tunggu dulu. "Apa pun yang mereka dapatkan dari perselingkuhan hanya bersifat semu, dan alasan yang dibuat-buat," ungkap Pamugari.
Memang, pelaku merasakan sesuatu yang berbeda saat berselingkuh. Sebagian besar pasangan yang berselingkuh dengan rekan kerja, menikmati rasa "seru" akibat adegan "kuncing-kucingan".
Rasanya seperti sedang pacaran lagi," kata Pamela (bukan nama sebenarnya), wanita jelita yang berselingkuh dengan senior manager perusahaan multinasional di Jakarta, la menikmati rasa kangen ketika berpisah.
Atau, rasa deg-degan ketika mendengar deringan telepon saat bersama suami.
"Ada rasa takut ketahuan. Tapi, itulah tantangannya," tambah Dini.
Firasat pasangan
Bagi pelakunya, berselingkuh bisa jadi menyenangkan, membangkitkan semangat, dan menantang.
Namun, semua itu bukan tanpa risiko. Kalau perselingkuhan itu ketahuan, bukan tak mungkin keutuhan rumah tangga akan terkoyak. Atau jabatan di tempat kerjanya bakal dicopot, seperti yang nyaris dialami Bill Clinton.
Untuk mengetahui pasangan berselingkuh memang tidak harus lewat melihat dengan mata kepala sendiri. Seseorang sering kali bisa mengetahui pasangannya berselingkuh, meski tak selalu diungkapkan, hanya berdasarkan firasat.
Pasalnya, di antara suami-istri biasanya telah terbangun kedekatan emosi.
Perasaan "curiga" bisa timbul, misalnya, ketika pihak yang berselingkuh tanpa sadar memberi perhatian berlebihan, yang tidak biasa, pada pasangannya.
Ini untuk menutupi rasa bersalahnya pada pasangan. "Rasa bersalah kadang muncul ketika sedang berkumpul bersama keluarga.
Entah karena rasa bersalah itu, saya jadi lebih memperhatikan suami dan dua anak saya," ungkap Dini.
Itu setali tiga uang dengan pria peselingkuh. Selain lebih perhatian pada pasangan, ia juga lebih memperhatikan penampilannya.
Lebih merawat diri dan menghabiskan waktu lebih lama untuk berdandan. Persislah dengan orang sedang jatuh cinta!
Dalam banyak hal, cinta pada pasangan dan keterikatan pada keluarga membuat pria umumnya tak terlalu berminat membina hubungan serius dengan pasangan selingkuhnya.
Sebaliknya, wanita yang punya "hubungan" di luar rumah tangga, banyak yang sulit melepaskan diri dari pasangan selingkuhnya. Pasalnya, kebanyakan wanita melibatkan emosinya di sana.
Lalu bagaimana caranya menghindari jerat perselingkuhan? "Ketika sudah menikah, dua orang yang saling mencintai sebaiknya berusaha untuk mengimbangi wawasan dan cara berkomunikasi.
Termasuk dengan lingkungannya yang terus berubah," kata Pamugari.
Pasangan yang tinggal di rumah terkadang lupa ikut mengembangkan diri, sebagaimana pasangannya yang bekerja. Akibatnya, terjadilah kesenjangan antara keduanya.
"Setiap pasangan harus terus mengembangkan diri untuk menunjukkan penghargaan pada diri sendiri," pesan Pamugari.
Menerima kelebihan dan kekurangan pasangan merupakan keharusan setelah seseorang menjalin komitmen seumur hidup dengan orang lain.
"Jadi, ketika pasangan sedang down, sebaiknya kita yang menjadi pemompa semangat. Kita pula yang ikut dibanggakan, ketika pasangan kita meraih prestasi."
Ketika menghadapi masalah, sebaiknya dipecahkan bersama. Selalu ingat pada komitmen berdua dan keluarga akan mengikat setiap pasangan untuk menyelesaikan masalah bersama di rumah.
Atau, dengan bantuan profesional. Bukan dengan orang yang bukan ahlinya di luar rumah, termasuk teman kerja.
Secara matematis, keuntungan melibatkan orang luar dalam menyelesaikan persoalan internal rumah tangga bisa jadi hanya sedikit, tetapi kerugiannya bisa lebih banyak.
Kalaupun perselingkuhaan tetap terjadi, penyelesaian dengan kepala dingin sebaiknya tetap dikedepankan. Perbuatan ini memang menimbulkan sakit hati pada pihak yang dikhianati.
Namun, ia tetap harus bisa mempertahankan harga diri dan mampu mengendalikan diri. Amarah berlebihan justru bisa membuatnya kehilangan "nilai" terhadap saingannya.
"Memang sulit untuk menerima kembali pasangan yang telah berselingkuh," kata Pamugari. Meski tampaknya kaum pria lebih mudah menerima kembali istrinya dibandingkan dengan wanita untuk menerima suaminya - yang berselingkuh.
"Begitu mengetahui pasangannya berselingkuh, dalam pikiran seorang wanita akan selalu muncul bayang-bayang suaminya tengah bermesraan dengan wanita lain. Akibatnya, ia jadi sulit mesra, dingin pada suaminya," ungkap Pamugari.
Mengungkit-ungkit masalah, apalagi jika pasangan sudah menyesali perbuatannya, juga akan menambah runyam persoalan.
Bahkan, tindakan itu bisa membuat pasangan kembali terjerumus untuk memenuhi dakwaan pasangannya (self fulfilling prophecy).
"Jadi, selain memaafkan, pasangan hidup sebaiknya kembali membangun komunikasi, rasa menghargai, rasa saling percaya, dan toleransi dengan pasangan," jelas Pamugari.
Selingkuh memang menantang. Namun, kalau mau objektif menilai, upaya untuk tetap setia dan cinta pada pasangan sah, ternyata jauh lebih menantang!