Garda Keadilan - Kunjungan Presiden Jokowi ke Selandia Baru pekan lalu memunculkan kabar miring di media massa setempat. Dubes RI untuk Selandia Baru Tantowi Yahya memberikan klarifikasi.
Kabar miring tersebut ditulis oleh editor politik New Zealand Herald Audrey Young yang menulis tulisan berjudul "Visiting leaders show disrespect by failing to share platform with Jacinda Ardern". Tulisan itu diterbitkan pada Minggu (25/3/2018) waktu setempat.
Young pada intinya menulis Jokowi melakukan tindakan yang tidak menghormati Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern dengan tidak melakukan konferensi pers bersama usai pertemuan.
"Ketika bersiap dengan kunjungan itu, Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan menyatakan akan adanya konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Jacinda Ardern, namun pihak Indonesia menolaknya. Ardern akan terlalu diplomatis untuk menyatakan kejadian ini sebagai penghinaan, padahal sebenarnya itu yang terjadi," tulis Young.
Pasca tulisan Young itu terbit, baik di versi cetak maupun online, muncul beragam tanggapan di Selandia Baru mengenai Jokowi. Tentu saja tak sedikit muncul anggapan negatif.
Dubes Tantowi melayangkan protes kepada Young dan meminta ada artikel klarifikasi. "Karena apa yang dia tulis tidak sesuai dengan kenyataan sesungguhnya," ujar Tantowi dalam keterangan tertulis, Senin (26/3/2018).
Tantowi menyatakan, lawatan Presiden Jokowi ke Selandia Baru, setelah terakhir Presiden Indonesia berkunjung 13 tahun lalu, adalah lawatan yang sukses dan produktif.
"Kami sangat kecewa dengan pemberitaan yang ditulis oleh Audrey Young yang dibuat tanpa dukungan fakta dan konfirmasi baik dari pemerintah Selandia Baru maupun KBRI Wellington selaku perwakilan Pemerintah Indonesia. Kami kecewa tulisan yang dibuat berdasarkan asumsi si penulis tersebut telah menciptakan persepsi yang salah tentang Presiden Joko Widodo," ujar Tantowi.
"Yang benar adalah keputusan untuk tidak membuat keterangan Pers adalah usulan dari Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Selandia Baru yang kemudian diadopsi menjadi keputusan bersama. Untuk konsumsi publik, hasil-hasil pertemuan akan disarikan dalam pernyataan bersama (joint statement) yang akan dimuat di website resmi kedua negara. Sebagai tamu, kami menghargai posisi yang diambil oleh tuan rumah. Kami mendukung sepenuhnya karena tidak ada yang salah dengan sikap tersebut," sambungnya.
Tantowi mengatakan tulisan bahwa Jokowi menolak untuk berkomunikasi dengan media adalah pendapat pribadi Audrey Young yang tidak didukung oleh bukti dan fakta.
"Joko Widodo adalah orang biasa pertama yang menjadi Presiden Indonesia. Sebagai Presiden dari negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Joko Widodo menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan independensi pers sebagai salah satu pilar demokrasi," kata Tantowi.
Menurut Tantowi kunjungan Jokowi ke Selandia Baru adalah buah dari persiapan matang yang dilakukan oleh tim kedua negara jauh-jauh hari sebelumnya. Kunjungan kenegaraan yang dilaksakan tanggal 18 dan 19 Maret ini adalah dalam rangka merayakan 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Selandia Baru.
"Kami sangat puas dengan pelayanan, penyambutan dan perhatian yang diberikan oleh Pemerintah Selandia Baru," kata Tantowi.
"Indonesia dan Selandia Baru tahun ini merayakan 60 tahun hubungan diplomatik. Dalam kurun waktu tersebut, banyak yang sudah dicapai oleh kedua negara dari mulai perdagangan, investasi, pendidikan, pertanian, pariwisata, penanganan bencana, politik sampai dengan kerjasama di bidang pertahanan dan kontra terorisme. Kedua negara sepakat untuk meningkatkan derajat hubungan dari Strategic ke Comprehensive. Kedua negara juga berkomitmen untuk meningkatkan perdagangan dari NZ$ 1.6 Milyard ke NZ$ 4 Milyard sebelum 2024," pungkas Tantowi.
Sumber: detik