YASBIR - Anggota Badan Supervisi Bank Indonesia, Tony Prasetiantono, menilai, bitcoin mirip dengan First Travel, sebuah agen perjalanan yang menipu pelanggannya dengan iming-iming tertentu. Kemiripan antara bitcoin dengan First Travel diungkapkan saat Tony menjelaskan tentang risiko salah satu jenis cryptocurrency atau mata uang virtual tersebut.
"Para ekonom besar merasa bitcoin itu sebenarnya ponzi scheme atau mainan karena peserta di awalnya dapat, tapi yang belakangan enggak dapat apa-apa. Jadi, bitcoin itu versi Indonesia-nya First Travel," kata Tony saat menjadi moderator acara peluncuran buku Laporan Perekonomian Indonesia 2017 di Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (28/3/2018).
Tony menjelaskan, cara kerja bitcoin di awal banyak menawarkan keuntungan dan kemudahan kepada para pemainnya. Namun, semakin ke belakang, tidak ada jaminan keamanan sehingga uang dari hasil bitcoin bisa dengan mudah hilang, bahkan dalam jumlah besar.
Seumpama dengan kasus First Travel, ada sejumlah peserta tur yang diberi diskon dan tawaran menarik dengan harga murah untuk menarik minat calon pelanggan lain. Setelah namanya terkenal dan banyak yang mendaftar, ternyata pelayanannya tidak sesuai dengan ekspektasi, bahkan manajemen First Travel menyalahgunakan uang iuran peserta tur.
Tony menyebut, Indonesia melalui Bank Indonesia sebagai otoritas moneter sudah dengan tegas menolak bitcoin. Posisi regulasi sejumlah negara terhadap perdagangan bitcoin di dunia(Bloomberg).
Penolakan didasari sejumlah hal, antara lain tidak ada dasar penggerak harga atau underlying asset pada bitcoin, tidak ada otoritas, juga tidak ada supervisi yang dapat menerapkan mekanisme intervensi bila nilainya jatuh. " Bitcoin itu, kan, cryptocurrency, memakai istilah currency tapi prinsip mata uang dilanggar," tutur Tony.
Sumber : kompas.com