ES DAWET DAGING LELE - MALANG : Menyulap Ikan Lele Yang Amis Menjadi Minuman Segar Kaya Karbohidrat Dan Protein.

 

Jika membicarakan es dawet, maka yang terbayang pasti minuman segar manis dan dingin penghilang dahaga. Kuahnya terbuat dari santan yang dipadukan dengan gula aren. Kemudian ada bulir-bulir cendol hijau yang terbuat dari tepung beras, bercampur dengan potongan buah nangka. Siapa pun yang meminum es ini, akan merasakan sensasi manis, gurih, dan sedikit cita rasa buah nangka. Jangan kaget ketika meminumnya hidung akan mencium aroma nangka yang harum.

Di Malang, ada pembuat es dawet yang berbeda. Bulir cendol tidak dibuat dari tepung beras, tapi daging ikan lele. Pembuatnya adalah warga Malang, Junaedi Wibowo. Di tangannya, ikan lele yang amis bisa disulap menjadi minuman segar yang kaya karbohidrat dan protein. Junaedi merintis usaha es dawet berbahan ikan lele sejak 2013. Es dawet lele di kota Malang dapat dinikmati di empat outlet yang tersebar di berbagai lokasi. Semuanya terletak di Jalan Teluk Bayur, Jalan Sigura-Gura, Night Market, dan Swalayan Ikan, Kota Malang.

Bila kita mencicipi es dawet lele ini, tidak ada sedikit pun aroma amis. Rasa amis hilang karena cendol berbahan dasar daging lele telah bercampur dengan tepung beras dan sagu. Hanya dengan merogoh kocek Rp 5 ribu, pembeli bisa memperoleh segelas es dawet lele. Jika ingin ditambah dengan nangka atau durian, harganya menjadi Rp 10 ribu. Dalam sehari, kapasitas produksi cendol lele mencapai 5 kilogram atau setara 350 gelas es dawet. Menurut Junaedi, ide membuat cendol berbahan dasar ikan lele dumbo berawal dari usahanya membudi daya ikan lele. Setiap dua pekan, dia bisa memanen 1,5 sampai 2 kuintal lele.


Stok lele yang melimpah ini lalu dimanfaatkannya. Junaedi yang juga seorang sarjana teknik mesin ini berpikir, bagaimana mengolah hasil panennya agar memiliki nilai tambah. Namun, Junaedi menuturkan, sebetulnya dirinya bukanlah yang pertama kali memperkenalkan es dawet lele. Inovasi ini dicetuskan oleh para peternak lele di Boyolali. Junaedi pun lalu difasilitasi oleh Dinas Pertanian untuk belajar ke sana. Selain belajar, ia juga mematangkan rencana pengembangan bisnis ini. Setelah itu, membangun niat dan kebersamaan untuk menjalankan bisnis es dawet lele.

Junaedi tak sungkan berbagi resep untuk menyulap daging lele yang amis menjadi minuman segar. Pertama-tama, daging lele dipisahkan dari tulangnya, kemudian dicuci bersih. Daging lele yang sudah bersih kemudian digiling lalu direndam air es selama lima menit. Perendaman ini berguna untuk memisahkan lemak, kandungan darah, dan protein ikan. Selama direndam, ketiga komponen tersebut terpisah sehingga terbentuk endapan daging.

Endapan daging itu kemudian diperas hingga tercipta bahan utama adonan. Adonan utama tersebut lalu dicampur dengan tepung beras dan sagu untuk menghasilkan cendol. Perbandingan tepung dan daging lele adalah 70:30 dalam satu kilogram adonan. Setelah itu, adonan dimasak dalam enam liter air selama 20 menit. Setelah masak, adonan yang masih hangat dicetak menjadi cendol dan direndam dalam air dingin. Air dingin membuat cendol menjadi kenyal secara alami.

Cendol yang sudah matang memiliki daya tahan sekitar 12 jam. Setelah lebih dari 12 jam, tekstur cendol akan berubah menyerupai bubur. Junaedi meyakinkan aroma amis hilang, karena serangkaian proses memasak di atas bisa menyamarkan aroma tersebut. Sebagai peluang bisnis, es dawet cendol menurut pria yang pernah bekerja di pertambangan ini, berprospek cerah, karena nyaris tidak ada pesaing. Maka, menurutnya, usaha ini harus terus dikembangkan. Keuntungan yang diperoleh bisa mencapai 40 persen dari modal. Sangat memuaskan.