Jual Beli On Line Sistem Dropship? Halalkah menurut pandangam Islam?


Sistem Dropship adalah jual beli dimana sebagai reseller hanya melihat barang dari gambar saja. Tapi di sini sudah bekerjasama dengan si pemilik barang ingin ikut menjualkan barangnya dengan mengambil untung sendiri

Secara singkat, ada 2 prinsip yang terpenuhi dalam akad jual beli :

Pertama : Kejujuran
Mengharapkan sebuah keuntungan dari jual beli bukan berarti menghalalkan dusta. Rasulullah SAW bersabda: “Kedua orang yang terlibat transaksi jual beli, selama belum berpisah, memiliki hak pilih untuk membatalkan atau meneruskan akadnya. Bila keduanya berlaku jujur dan transparan, maka akad jual beli mereka diberkahi. Namun bila mereka berlaku dusta dan saling menutupnutupi, niscaya keberkahan penjualannya dihapuskan,” ( Muttafaqun’alaih)

Kedua : Larangan menjual yang bukan hak milik

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Allah SWT berfirman yang artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu,” (QS: An-Nisa : 29)

Sabda Nabi SAW : “ Tidak halal harta orang Muslim, kecuali atas dasar kerelaan jiwa darinya,” ( HR. Ahmad, dan lainnya).

Dua syarat ini harus terpenuhi, dan tidak boleh tidak, oleh karena itu jual beli dengan system dropship itu tidak memenuhi 2 persyaratan di atas, karena tidak jujur kalau pelaku usaha ini ternyata bukan pemilik barang, andai konsumen tahu bahwa dia bukan pemilik barang, maka besar kemungkinan dia tidak jadi beli dan memilih untuk mencari produk yang tidak ada perantara, dengan demikian dia tidak harus membayar lebih. Kedua, pelku usaha ini juga tidak memenuhi syarat kedua karena dia menjual barang yang bukan miliknya.

Agar menjadi halal
Berikut ada beberapa langkah yang bisa dipilih agar menjadi halal :

Pertama : Sebelum menjalankan system ini, terlebih dahulu pelaku usaha menjalin kesepakatan kerjasama dengan pemilik barang. Kerjasama ini menjadikan sesorang sebagai agen yang mana berhak menjualkan barang dagangan si pemilik barang., dengan demikian dia berhak mendapatkan fee alias upah yang nominalnya telah disepakati bersama. Ini dalam istilah fiqih disebut akad ju’alah (jual jasa). Dengan demikian , pelaku usaha ini tidak berhak membuat harga sendiri.

Kedua : Pelaku usaha ini mengadakan kesepakatan dengan calon konsumen, atas jasanya dalam pengadaan barang, dengan meminta jasa atas usahanya mendapatkan barang yang dipesan, atau dalam istilah dagangnya calo mensyaratkan imbalan dalam nominal tertentu. Dengan demikian, model usaha ini disebut jual beli jasa, atau semacam biro jasa pengadaan barang.


Ketiga : Atau bisa juga menggunakan skema akad salam. Yaitu si pelaku usaha ini berkewajiban menyebutkan berbagai criteria barang kepada calon konsumen, baik dilengkapi dengan gambar barang atau tidak. Setelah ada calon konsumen yang berminat terhadap barang yang ditawarkan dengan  harga yang disepakati, kemudian calon pembeli member uang, barulah si pelaku usaha mengadakan barang, tentu saja tanpa diisyaratkan harus dikirim oleh pelaku usaha, yang penting sampai sesuai kesepakatan. Model salam barangkali yang paling mendekati system dropship.