BERITA-VIRAL.COM - Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru menjatuhkan vonis 10 bulan penjara terhadap bos Saracen, Jasriadi. Namun Jasriadi hanya dinyatakan terbukti bersalah dalam melakukan ilegal akses dan bebas dari sangkaan terkait menyebarkan ujaran kebencian (hate speech) secara terstruktur.
Kasus Saracen ini mulanya dibongkar oleh Bareskrim Polri pada Agustus 2017 lalu. Adalah Jasriadi yang disebut-sebut sebagai otak di balik sindikat pelaku ujaran kebencian bermuatan SARA di media sosial itu.
Dalam melancarkan aksinya, Saracen mempunyai ribuan akun yang dikelola untuk menyebarkan rasa permusuhan di media sosial. Mereka bergerak sesuai keinginan pemesan.
"Para pelaku ini memiliki ribuan akun, misalnya kurang-lebih 2.000 akun, itu dia menjelek-jelekkan satu agama, ribuan lagi kurang-lebih itu yang menjelek-jelekkan agama yang lain, itu yang kemudian tergantung pemesanan," ujar Kabag Mitra Humas Polri Kombes Awi Setiyono di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta, Rabu (23/8/2017).
Polisi juga menyebut sindikat Saracen kerap mengirimkan proposal kepada beberapa pihak terkait jasanya untuk menyebarkan ujaran kebencian bernuasa SARA di media sosial. Setiap proposal mempunyai nilai hingga puluhan juta rupiah.
"Mereka menyiapkan proposal. Dalam satu proposal yang kami temukan itu kurang-lebih setiap proposal nilanya puluhan juta per proposal," ujar Kasubdit 1 Dit Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Kombes Irwan Anwar di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jaksel, Rabu (23/8/2017).
Penangkapan kelompok Saracen ini juga menimbulkan reaksi beragam dari masyarakat. Saat itu beredar pula nama dan struktur pengurus Saracen. Sejumlah pihak yang dicatut namanya dalam kelompok itu pun membantah, salah satunya pengacara Eggi Sudjana.
"Pertama itu saracen akang tidak kenal, jadi tidak tahu sama sekali. Maka ini jadinya pencemaran nama baik dan fitnah keji kepada akang," ujar Eggi ketika dikonfirmasi detikcom, Kamis (24/8/2017).
Selain itu, polisi mengungkap kelompok Saracen ini berkaitan dengan politik praktis. Saracen menawarkan jasanya kepada klien untuk membantu kampanye di media sosial.
"Kalau berdasarkan proposal yang kita temukan di TKP sih model proposal yang dia tawarkan, untuk kampanye via media sosial," kata Kepala Subdirektorat 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Irwan Anwar, kepada detikcom, Minggu (27/8/2017).
Atas hal itu, desakan pun muncul dari berbagai elemen agar polisi mengusut tuntas pemesan atau klien kelompok Saracen. Kapolri Jenderal Tito Karnavian menegaskan akan mengembangkan penyidikan sindikat tersebut.
"Saracen pasti kita akan kembangkan, saya sudah instruksikan. Catat yang besar itu perintah Kapolri Saracen akan dikembangkan," kata Tito kepada wartawan di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (5/9/2017).
Namun nyatanya, sampai bos Saracen Jasriadi dilimpahkan ke Kejari Pekanbaru, Polri belum bisa mengungkap pemesan hoax ke kelompok tersebut. Belum ada klien Saracen yang ditangkap.
"Setelah kita terima berkas, tersangka saat ini kita titipkan di Rutan Sialang Bungkuk, Pekanbaru," kata Yusuf, Kamis (7/12/2017).
Hingga berkas dilimpahkan ke persidangan, kasus yang tadinya didasari ujaran kebencian, ternyata berubah di meja hakim. Dalam dakwaannya, jaksa menganggap Jasriadi melanggar UU ITE tentang ilegal akses hingga pemalsuan dokumen.
Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Asep Koswara dan hakim anggota Martin Ginting dan Yudisulen.
"Hari ini sidang dakwannya di PN Pekanbaru. Tim kuasa hukum dari LBH Bang Japar dari Jakarta dan Tim Advokat Muslim dari Pekanbaru akan mendampingi klien kami," ujar Direktur LBH Bang Japar, Juju Purwantoro, kepada detikcom, Kamis (28/12/2017).
Jasriadi kemudian menghadapi sidang vonis yang dilaksanakan di PN Pekanbaru pada Jumat (6/4/2018). Majelis hakim menilai terdakwa Jasriadi terbukti melakukan ilegal akses terhadap akun Facebook milik Sri Rahayu, Koordinator Saracen di Jawa Barat.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja mengakses komputer atau sistem elektronik milik orang lain. Menjatuhkan pidana sepuluh bulan penjara," kata ketua majelis hakim, Asep Koswara, Jumat (6/4/2018).
Hakim menilai terdakwa Jasriadi dinyatakan melanggar pasal 46 ayat (2) jo pasal 30 ayat (2) UU ITE. Dalam persidangan ini, Jasriadi hanya terbukti melakukan ilegal akses akun FB milik Sri Rahayu. Ada tiga kali terdakwa mengubah tampilan akun FB Sri Rahayu. Pada saat itu, akun FB Sri Rahayu lagi disita pihak Mabes Polri.
Jasriadi dinyatakan bebas dari tuntutan jaksa atas perkara manipulasi, peciptaan informasi elektronik yang dianggap mengubah data otentik. Dakwaan jaksa Jasriadi menggunakan identitas KTP saksi Suarni yang telah diubah menjadi identitas atas nama Saracen untuk memverifikasi akun Facebook Saracen. Namun semua dakwaan itu tidak terbukti di persidangan.
Hakim juga menyatakan Jasriadi tidak terbukti menerima uang ratusan juta rupiah karena membuat akun anonim sebanyak Rp 800 ribu. Dengan demikian, Jasriadi terbebas dari sangkaan hate speech.
Sumber : detik.com