Garda Keadilan - Mantan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengaku heran dengan kebijakan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati atas penggunaan kartu kredit untuk pembelanjaan dan pembayaran Kementerian/Lembaga yang menggunakan anggaran pendapatan belanja negara (APBN).
Rizal pun mengkritik keras kebijakan mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.
"Saya bingung Menteri Keuangan mengeluarkan aturan pakai kartu kredit, bagaimana biaya transaksinya kan besar, bunga kredit tinggi bisa 30%. Tidak ada di negara lain transaksi kenegaraan pakai kartu kredit. Jangan-jangan ada likuiditas missmatch," ujar Rizal Ramli di Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (26/3/2018).
Seperti apa sih kebijakan yang dikeluarkan Sri Mulyani itu?
Kebijakan ini sejalan dengan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor 17/PB/2017 tentang Uji Coba Pembayaran Dengan Kartu Kredit Dalam Rangka Penggunaan Uang Persediaan.
"Jadi saya harapkan seluruh satker (satuan kerja), K/L telah memegang kartu kredit korporat sehingga jadi cashless, akutanbel, kita semua tahu waktu digesek dipakai untuk apa, di mana, anda tidak perlu lagi bikin kuitansi, dan itu akan jadi bentuk studi yang paling bagus," kata Sri Mulyani saat acara Rakornas Pelaksanaan Anggaran 2018 di gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (21/2/2018).
Pemanfaatan kartu kredit ini merupakan upaya Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan simplifikasi dan modernisasi dalam rangka memperbaiki, menyempurnakan, dan menyederhanakan pelaksanaan anggaran.
Sri Mulyani menyebutkan tujuan penggunaan kartu kredit pemerintah untuk meminimalisasi penggunaan uang tunai dalam transaksi keuangan negara, meningkatkan keamanan dalam bertransaksi, mengurangi potensi fraud dari transaksi secara non tunai, dan mengurangi cost of fund/idle cash dari penggunaan uang persediaan.
Lebih lanjut dia mengungkapkan kartu kredit pemerintah dapat digunakan oleh seluruh K/L untuk melakukan belanja operasional dan belanja perjalanan dinas dengan efisien dan efektif.
"Karena kalau kayak masih di zaman baheula (zaman dulu), dan kalau bawa uang cash bisa dikategorikan money laundering atau financing for terorism, saya senang sekarang bisa dengan kartu kredit dari korporasi," ujar dia.
Sri Mulyani juga meminta seluruh perbankan yang terlibat untuk menjaga sistem keamanannya dengan benar. Bila perlu, kata dia, sistem kartu kredit pemerintah ini bisa membekukan ketika disalahgunakan.
"Karena dulu saya kerja di bank dunia karena suka travelling di seluruh dunia. Begitu kartu kredit dipakai di tempat tidak biasa, lebih dari satu transaksi dibekukan. Saya khawatir kalau tidak ada keamanan seperti itu, takutnya akan disalahgunakan," ungkap dia.
"Ini bukan kartu nenek moyang, kartu suami, kartu istri, yang digesek uang rakyat jadi digunakan secara prudent dengan demikian kita akan semakin memperbaiki republik Indonesia," kata dia.
Sementara itu, Dirjen Perbendaharaan Marwanto Harjowiryono mengatakan batas saldo kartu kredit pemerintah ini berada di kisaran Rp 50 juta sampai Rp 200 juta.
"Plafonnya tadi itu kan satker kan ada yang kecil dan besar. Plafon berkisar Rp 50-200 juta, kalau satker yang besar ya besar. Nah nanti kalau sudah habis berarti kan ditagihkan di Kemenkeu, kemudian diisi lagi," kata Marwanto.
Pada tahap uji coba yang dilakukan sampai Maret 2018 akan diterbitkan kartu kredit pemerintah untuk 500 satker. Dan yang memegang kartu kredit tersebut dipegang oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
"Kita pilot project tapi memang ini barang baru ya tidak langsung kemudian bisa langsung. Sekarang yang sudah kan kantor presiden, KPK, Kemenkeu dan Kemsos," jelas dia.
Untuk mendorong penggunaan kartu kredit untuk belanja operasional dan belanja perjalanan dinas pemerintah, Ditjen Perbendaharaan bekerja sama dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yakni Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI, dan Bank BTN.
Sumber: detik