Bacaan - Menteri Keuangan Sri Mulyani gagal menegosiasikan bunga utang menjadi murah. Akibatnya, bunga utang yang diperoleh Indonesia tinggi, sehingga penerimaan pajak dari rakyat banyak tersedot untuk membayar bunga utang tinggi tersebut.
Ekonom senior Dr Rizal Ramli menjelaskan bahwa kesalahan Sri Mulyani itu sudah dimulai saat menjabat Menteri Keuangan era Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kala itu, Sri Mulyani menyepakati penerbitan utang kepada asing dengan bunga sekitar dua persen lebih tinggi dibandingkan surat utang yang diterbitkan negara-negara yang peringkat surat utangnya lebih rendah dari Indonesia seperti Filipina, Thailand, dan Vietnam.
"Dia terbitkan bond (surat utang) 42 miliar dolar AS, tapi hampir 11 miliar dolar AS ekstra bunga yang harus masyarakat bayar. Saya minta Sri Mulyani tukar bond dengan pembiayaan yang lebih murah, karena harusnya Indonesia di bawah Thailand, Vietnam, dan Filipina," jelasnya saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Komisi XI DPR, Senin (26/3).
Atas alasan itu, Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid tesebut menantang Sri Mulyani untuk berani menukar kembali surat utang luar negeri yang telah dikeluarkan Indonesia. Sehingga, bunga yang didapat lebih murah dan tidak menjadi beban rakyat. Menurutnya, tantangan itu merupakan hal mudah lantaran peringkat surat utang Indonesia sudah jauh lebih baik.
Rizal menilai bahwa Sri Mulyani bisa saja meniru Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo saat masih menjadi Menteri Keuangan era SBY. Saat itu, Agus berani menerbitkan utang dengan bunga rendah.
"Saat itu, bunga bond turun satu persen dibandingkan tiga negara lain," imbuhnya.
Tidak cukup sampai di situ, Sri Mulyani juga ditantang lebih kreatif mencari sumber pendanaan. Sri Mulyani, kata Rizal, harus bisa merestrukturisasi utang pemerintah dengan meminta negara-negara kreditur mengubah tenor utang dari jangka pendek ke jangka panjang. Utang jangka pendek, jelas Rizal, sering memberikan tekanan kepada sektor keuangan.
"Jika berhasil, maka akan meningkatkan kestabilan keuangan dan juga dapat menurunkan tingkat bunga domestik," tegasnya.
Sumber: rmol