Pemerintah Sering Sekali Menabrak Undang-Undang


Pemerintah Sering Sekali Menabrak Undang-Undang

Berita Islam 24H - Pemerintahan Jokowi dianggap telah menabrak Undang-Undang berkali-kali dalam kebijakan impor garam. Ironis, mengingat Indonesia punya pantai terpanjang kedua di dunia, yakni 54.716 km setelah Kanada (202.080 km).

Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia (Sekjen SNI) Budi Laksana menegaskan, ke­bijakan impor garam 2,37 ton menciderai Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam No. 7 Tahun 2016.

"Penandatanganan Peraturan Pemerintah (PP) dengan mengizinkan Impor garam 2,37 juta ton itu salah kaprah. Pemerintah membuat blunder dengan me­narik ke belakang dan sangat sulit diterima, apalagi Indonesia yang punya pantai terpanjang kedua di dunia. Ini masalah keberpihakan dan ketidakberpi­hakan," tutur Budi.

Dia mengatakan, adanya tumpang tindih kewenangan dalam kendali impor di kemen­terian mengindikasikan tarik menarik kepentingan yang kuat. Persoalan kelangkaan garam selalu menjadi masalah dari tahun ke tahun, tapi tidak ada upaya member jalan keluar dari krisis garam tersebut terhadap petani garam.

Ditegaskan Budi, Undang Undang Nomor 7 Tahun 2016 jelas memberikan mandat yang kuat terhadap perlindungan dan perlind­ungan kepada petani garam.

"Harusnya ini menjadi payung hukum pelaksanaan swasembada garam, perluasan lahan produksi garam, dan menata serapan garam rakyat yang akan mengurangi ketergantungan impor garam," ujarnya.

Tapi yang terjadi, lanjut Budi, pemerintah lebih memilih jalan pintas dengan mengeluarkan peraturan pemerintah yang lebih memprioritaskan 21 perusahaan.

"Malah mengabaikan masyarakat petani garam yang tinggal di sepanjang pesisir pantai Indonesia dan mengutamakan Kementerian Perindustrian. Juga tidak minta re­komendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tentu ini akan menambah catatan Presiden Jokowi di satu tahun lagi masa pemerintahannya menjadi kebi­jakan yang tidak populis di mata rakyat," cetusnya.

Ditegaskan Budi, penerbi­tan PP yang ditekan Presiden Joko Widodo sangat mencide­rai semangat Poros Maritim. "Peraturan Pemerintah terkait impor garam telah mena­brak Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam," tandas Budi.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menjamin tidak akan muncul komplikasi hukum dari pener­bitan Peraturan Pemerintah tentang peralihan kewenangan rekomendasi impor garam.

Dia mengemukakan, Presiden sebagai kepala pemerintahan telah meneken PP yang memberi kewenangan impor garam dari Kementerian Kelautan dan Perikanan kepada Kementerian Perindustrian.

PP ini, jelas Darmin, tidak bertentangan dengan UU No. 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam. Dalam pasal 37 UU No 7 tahun 2016, impor komoditas perikanan dan komoditas per­garaman, menteri terkait harus mendapatkan rekomendasi dari menteri. "Sementara dalam pasal 1, Menteri yang dimaksud adalah Menteri Kelautan dan Perikanan," katanya.

Namun, Darmin mengatakan, dalam UU No 3 Tahun 2014 ten­tang Perindustrian, Kemenperin juga disebut berwenang memas­tikan kelangsungan bahan baku industri. "Dalam PP itu, akan ada dua UU di bagian 'Menimbang.' Presiden sebagai kepala pe­merintahan memutuskan agar kewenangan memberi rekomendasi impor garam industri adalah milik Kementerian Perindustrian," ung­kapnya, Jumat (16/3) lalu. [b-islam24h.com / rmol]