Tidak hanya dikenal dengan batik nuansa pesisiran yang mempesona, Tuban, Jawa Timur, juga memiliki beragam kuliner yang mampu menggoyang lidah. Sebut saja garang asem endas manyung, serta becek menthok yang segar. Tak ketinggalan oleh-oleh sari laut khas Tuban.
GARANG ASEM ENDHAS MANYUNG PAK JOKO
Di siang hari yang terik, di sebuah warung sederhana di Desa Mondokan, Tuban, Jawa Timur, para pembeli terlihat tengah asyik menikmati sajian garang asem endhas manyung yang dihidangkan. Mereka terlihat lahap menyantap kepala ikan berkuah. Sampai-sampai tak peduli segala hal di sekitar mereka. Itulah gambaran suasana sehari-hari di warung makan Garang Asem Endhas Manyung Pak Joko. Endhas manyung atau dalam bahasa Indonesia berarti kepala ikan jambal. Sehari-hari, warung itu memang dipenuhi pembeli, baik dari wilayah Tuban maupun pembeli dari Jakarta yang kebetulan tengah melintas di Tuban dan menyempatkan diri mampir untuk menikmati kuliner bercitarasa segar tersebut.
Apalagi pada saat udara panas seperti saat itu, sangat cocok menikmati masakan berkuah. Selain daging ikan yang terasa gurih lembut, kuahnya pun terasa asam pedas, sehingga segarnya terasa di lidah. Karena itu, saat ingin datang ke warung ini, jangan lewat dari jam satu siang karena kemungkinan sudah habis. Warung ini berdiri sejak tahun 2010 lalu dan sejak itu pula makin hari jumlah pembelinya makin meningkat. Di Tuban sendiri, sebetulnya ada beberapa tempat yang menjual menu garang asem endhas manyung, tapi di warung inilah yang paling ramai.
Garang asem endhas manyung memang hanya menggunakan bagian kepala ikan jambal, sedangkan bagian lain lebih banyak diolah sebagai ikan asin. Ikan asin jambal sendiri memang terkenal karena dagingnya yang tebal dan empuk. Nah, bagian kepalanya kemudian dijual terpisah dengan dibuat menu endhas manyung. Ikan manyung yang dimasak garang asem itu biasanya ikan berukuran besar. Ada 3 ukuran ikan jambal yang dijual di pasaran, yakni ukuran kecil yang per kepala beratnya mencapai 0,5 kilogram, ukuran sedang dengan berat 1 kilogram, dan yang paling besar atau jumbo berukuran berat sekitar 1,5 kilogram. Harganya, yang paling kecil Rp 35.000, ukuran sedang Rp 60.000, dan Rp 80.000 untuk yang jumbo.
Meski yang dimasak hanya bagian kepala, jangan dikira isinya cuma tulang belulang. Di sela-sela bagian tulang, terdapat cukup banyak daging. Justru asyiknya makan kepala ikan itu karena menggerogori daging lembut di antara tulang-tulangnya. Saking ramainya, sehari-hari warung ini bisa menghabiskan sekitar 2 kuintal kepala ikan segar yang dipasok dari para nelayan Tuban dan Brondong, Lamongan, Jawa Timur. Khusus untuk hari Sabtu dan Minggu pasokannya lebih besar lagi, sebab pembeli yang datang juga makin banyak.
Kenapa garang asem di warung Garang Asem Endhas Manyung Pak Joko menjadi jujugan paling favorit di antara para penjual garang asem kepala manyung lainnya ? Ada beberapa alasan. Pertama, ikan yang dimasak di warung ini selalu ikan segar yang baru didapat dari para nelayan. Kedua, ikan pada racikan garam asem yang disajikan tidak dimasak pagi hari atau sebelum warung buka, tetapi dimasak begitu pembeli datang. Jadi, di pagi hari hanya membuat kuahnya saja. Begitu ada pembeli, baru kepala ikan dimasak bersama kuah dan disajikan dalam keadaan panas. Pembeli pun tidak perlu menunggu lama. Hanya 15 menit. Dalam satu kali memasak, hanya dibuat untuk empat sampai lima porsi. Kalau ada pembeli yang datang lagi, baru dimasak lagi, begitu seterusnya. Inilah yang membedakan masakan di warung lain yang biasanya kepala ikan manyung sudah dimasak sejak pagi hari.
Soal bumbu, sebenarnya tidak ada yang istimewa, bahkan antara warung yang satu dengan warung lainnya hampir sama, yakni bawang merah dan bawang putih, cabai, kunyit, lengkuas, serta asam segar. Hanya saja takaran satu warung dengan yang lain pasti berbeda. Perbedaan itulah yang membuat cita rasanya menjadi berbeda pula.
BECEK MENTHOK BU SUYATI
Satu lagi makanan khas Tuban adalah becek menthok. Makanan ini secara tampilan tidak beda jauh seperti kari ayam yang berkuah. Tetapi, soal rasa berbeda. Banyak orang yang sulit membedakan menthok dengan bebek. Meski habitatnya sama, tetapi secara fisik keduanya berbeda. Menthok berbulu putih dan badannya lebih bongsor, sementara bebek berbulu cokelat dengan leher panjang. Salah satu warung penjual becek menthok yang cukup dikenal di Tuban adalah Becek Menthok Bu Suyati di Jalan Bogorejo. Karena sudah berdiri sejak tahun 1998, banyak orang, termasuk yang datang dari luar kota sudah tak asing lagi dengan tempat ini.
Menurut Suyati, sang empunya warung, dahulu menu menthok jarang disukai oleh masyarakat umum. Pasalnya, kesan yang tertanam adalah menthok itu menjijikkan, rasanya amis, hingga tidak layak konsumsi. Padahal dilihat dari habitatnya, tak ada perbedaan antara menthok, bebek, serta ayam. Karena itulah, dulunya menthok hanya dijadikan tambul atau makanan pendamping bersama nasi jagung, untuk orang minum tuak. Selain itu hampir tidak ada. Tetapi dengan banyaknya orang yang merendahkan daging menthok, Suyanti justru makin tertantang mengolah daging menthok menjadi sajian yang memiliki rasa melebihi nikmat daging unggas lainnya.
Dati situ, Suyati bereksperimen menciptakan menu becek menthok yang sudah ada dengan formula bumbu hasil olahan sendiri sehingga terasa nikmat di lidah. Dan akhirnya, ibu empat anak ini memang berhasil menemukan bumbu becek menthok yang enak, termasuk cara agar daging menthok tidak amis, empuk, dan gurih. Di antaranya, setelah daging menthok dibersihkan, dipotong-potong kemudian direbus di dalam air panas yang diberi daun serai dan daun jeruk supaya tidak amis, serta ditambahi kemiri dan bawang putih yang ditumbuk. Tujuannya agar daging lebih gurih dan lembut. Setelah ditiriskan, barulah daging dimasak becek dengan bumbu cabai, bawang merah, bawang putih, merica, ketumbar, serta dimasukkan beberapa batang kayu manis dan beberapa butir cengkeh.
Suyati berani menjamin bisa memasak daging menthok sehingga jauh lebih lezat dibanding daging lain seperti ayam, bebek, atau daging sapi sekalipun. Termasuk kaldu menthok yang dia buat rasanya juga gurih sekali. Suyati mematok harga Rp 20.000 untuk satu porsi becek menthok dengan sepiring nasi. Saat ini, pelanggan Suyati datang dari berbagai daerah. Apalagi saat Lebaran atau hari libur besar, biasanya warga Tuban yang berada di perantauan datang untuk menikmati becek menthok di warungnya. Dan ketika mereka balik ke tempat kerjanya, misalnya ke Papua, Jakarta, atau Surabaya, biasanya mereka menyempatkan minta dibungkus untuk dibawa ke sana.
Persoalan yang kerap dialami Suyati adalah, mencari daging menthok tidak semudah mencari daging ayam, bebek, atau sapi. Daging menthok sangat terbatas di pasaran sehingga kalau pas kosong sampai harus didatangkan dari Lamongan atau kota lain. Sekarang, dalam sehari rata-rata Suyati menghabiskan 20 ekor menthok.
OLEH-OLEH SARI LAUT
Jika kebetulan anda tengah berkunjung atau melewati Tuban, cobalah menyempatkan diri menikmati berbagai menu kuliner khas di sana. Dan jangan lupa, ketika pulang sempatkan diri untuk membeli oleh-oleh khas Tuban. Tuban merupakan kawasan di pesisir Pantai Utara yang sebagian masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan. Tak heran, jenis buah tangan yang mendominasi toko oleh-oleh adalah makanan yang dihasilkan dari hasil laut.
Salah satu toko yang cukup besar dan menjual berbagai aneka oleh-oleh sari laut di Tuban adalah toko Asih. Toko tersebut letaknya di Jalan RE. Martadinata yang sangat strategis karena berada di pinggir jalan utama Surabaya - Jakarta dan berhadapan langsung dengan laut Jawa. Lasmi, pemilik toko Asih menjelaskan, bahwa tokonya yang berdiri sejak tahun 1988 tersebut menyediakan berbagai hasil laut berkualitas. Mulai kerupuk ikan, ikan asin, abon ikan, teripang, petis, dan masih banyak lagi. Namun menurut Lasmi, yang selalu dicari pelanggan saat datang ke Tuban adalah kecap cap Laron dan terasi yang sangat enak dan tidak ada di tempat lain.
Lasmi menambahkan, mereka yang dayang ke Tuban atau rombongan dari Jakarta yang melintas di depan tokonya seringkali mampir untuk memborong oleh-oleh. Sebab, selain tokonya menyediakan barang yang berkualitas, lokasi tokonya juga sangat strategis, sehingga mereka dengan mudah singgah.
BECEK MENTHOK BU SUYATI
Menurut Suyati, sang empunya warung, dahulu menu menthok jarang disukai oleh masyarakat umum. Pasalnya, kesan yang tertanam adalah menthok itu menjijikkan, rasanya amis, hingga tidak layak konsumsi. Padahal dilihat dari habitatnya, tak ada perbedaan antara menthok, bebek, serta ayam. Karena itulah, dulunya menthok hanya dijadikan tambul atau makanan pendamping bersama nasi jagung, untuk orang minum tuak. Selain itu hampir tidak ada. Tetapi dengan banyaknya orang yang merendahkan daging menthok, Suyanti justru makin tertantang mengolah daging menthok menjadi sajian yang memiliki rasa melebihi nikmat daging unggas lainnya.
Dati situ, Suyati bereksperimen menciptakan menu becek menthok yang sudah ada dengan formula bumbu hasil olahan sendiri sehingga terasa nikmat di lidah. Dan akhirnya, ibu empat anak ini memang berhasil menemukan bumbu becek menthok yang enak, termasuk cara agar daging menthok tidak amis, empuk, dan gurih. Di antaranya, setelah daging menthok dibersihkan, dipotong-potong kemudian direbus di dalam air panas yang diberi daun serai dan daun jeruk supaya tidak amis, serta ditambahi kemiri dan bawang putih yang ditumbuk. Tujuannya agar daging lebih gurih dan lembut. Setelah ditiriskan, barulah daging dimasak becek dengan bumbu cabai, bawang merah, bawang putih, merica, ketumbar, serta dimasukkan beberapa batang kayu manis dan beberapa butir cengkeh.
Suyati berani menjamin bisa memasak daging menthok sehingga jauh lebih lezat dibanding daging lain seperti ayam, bebek, atau daging sapi sekalipun. Termasuk kaldu menthok yang dia buat rasanya juga gurih sekali. Suyati mematok harga Rp 20.000 untuk satu porsi becek menthok dengan sepiring nasi. Saat ini, pelanggan Suyati datang dari berbagai daerah. Apalagi saat Lebaran atau hari libur besar, biasanya warga Tuban yang berada di perantauan datang untuk menikmati becek menthok di warungnya. Dan ketika mereka balik ke tempat kerjanya, misalnya ke Papua, Jakarta, atau Surabaya, biasanya mereka menyempatkan minta dibungkus untuk dibawa ke sana.
Persoalan yang kerap dialami Suyati adalah, mencari daging menthok tidak semudah mencari daging ayam, bebek, atau sapi. Daging menthok sangat terbatas di pasaran sehingga kalau pas kosong sampai harus didatangkan dari Lamongan atau kota lain. Sekarang, dalam sehari rata-rata Suyati menghabiskan 20 ekor menthok.
OLEH-OLEH SARI LAUT
Salah satu toko yang cukup besar dan menjual berbagai aneka oleh-oleh sari laut di Tuban adalah toko Asih. Toko tersebut letaknya di Jalan RE. Martadinata yang sangat strategis karena berada di pinggir jalan utama Surabaya - Jakarta dan berhadapan langsung dengan laut Jawa. Lasmi, pemilik toko Asih menjelaskan, bahwa tokonya yang berdiri sejak tahun 1988 tersebut menyediakan berbagai hasil laut berkualitas. Mulai kerupuk ikan, ikan asin, abon ikan, teripang, petis, dan masih banyak lagi. Namun menurut Lasmi, yang selalu dicari pelanggan saat datang ke Tuban adalah kecap cap Laron dan terasi yang sangat enak dan tidak ada di tempat lain.