Salah Kaprah Seputar Ramadhan


Bulan Ramadhan adalah bulan yang sangat ditunggu-tunggu oleh umat muslim sedunia, karena di bulan suci ini amal ibadah kita sebagai umat muslim akan dilipat gandakan oleh Allah SWT. Di berbagai daerah mulai mempersiapkan diri, baik secara lahir maupun batin. Namun sayang masih banyak perilaku-perilaku salah kaprah yang dilakukan banyak orang sejak dari persiapan hingga usainya Ramadhan.


Ziarah Kubur
Sebagian kalangan menganggap ziarah kubur menjelang Ramadhan merupakan tradisi yang harus dilaksanakan. Pelaksanaannya dimulai sejak awal bulan Sya’ban hingga H-1. Saat Magrib tiba masuk bulan Ramadhan. Anehnya, ketika pengumuman resmi Ramadhan dikumandangkan, kuburan mendadak menjadi sunyi dan sepi. Demikian pula ketika datang 1 Syawal, pemakaman seperti banjir bandang pengunjung. Disana-sini penuh sesak para pengunjung, mereka beralasan sebelum mengunjungi sanak saudara dan teman-temannya pada hari kemenangan tersebut wajib berziarah ke makam para leluhurnya. Sebenarnya tidak mengapa berziarah kubur, bahkan termasuk kesunahan, akan tetapi bila kemasukan tradisi yang tidak bersumber dari agama maka amalan sunah ini menjadi rugi, karena semestinya pada bulan Ramadhan adalah bulan terbaik ziarah kubur, tetapi karena terhalang tradisi keutamaan itu menjadi sirna.

Arwah Jamak
Arwah jamak adalah membacakan doa untuk orang tua maupun sanak saudara serta leluhur yang sudah meninggal yang dilakukan secara bersama-sama menjelang datangnya Ramadhan atau 10 hari terakhir pada malam ganjil puasa Ramadhan. Kegiatan yang tidak pernah ada pada masa Nabi dan generasi terbaik umat ini, dulunya hanya dilakukan oleh kalangan tradisional desa tetapi kini berkembang hingga ke perkotaan. Waktunya berbeda-beda tergantung panitia, tempatnya pun ada yang di masjid, mushalla, rumah bahkan di kuburan itu sendiri. Mereka berkeyakinan bahwa bulan Sya’ban jelang Ramadhan merupakan waktu yang paling baik untuk mendoakan orang mati agar mendapat ampunan dosa mereka. Mereka tidak perlu repot-repot dengan mengundang banyak orang datang ke rumahnya untuk mendoakan arwah leluhurnya, cukup dengan uang antara 10 hingga 50 ribu per kepala arwah leluhurnya lalu dimasukkan ke dalam amplop yang sudah ditulis nama si mayat. Selanjutnya satu per satu pak kyai tersebut membacakan semua nama-nama yang tertulis pada amplop hingga selesai lalu dibacakan tahlilan dan Yasinan bersama-sama. Tentu keyakinan dan tatacara sebagaimana tersebut tidaklah ada tuntunannya dari Nabi SAW.

Nyadran
Waktu dan pelaksanaannya bisa sama dengan arwah jamak, hanya saja dilakukan langsung di areal pemakaman. Setelah acara doa bersama dan bersih-bersih kubur dilanjutkan dengan makan bersama dari makanan yang dibawa dari warga. Bahkan di beberapa tempat sudah diselingi dengan hiburan rakyat seperti pagelaran wayang kulit, solo organ, tayub dan lain sejenisnya. Dan sudah menjadi sifat tradisi, ia akan bercabang dan kemana-mana. Hal ini berbeda dengan amalan yang bersumber dari syariat, selalu tetap dan berhenti (cukup).

Padusan
Tradisi ini berupa ritual mandi keramas di sungai, sendang, telaga, umbul, sumur atau sumber air lainnya yang ada di daerahnya. Hanya saja di masing-masing daerah hari dan tanggalnya berbeda meskipun bulannya sama, yakni Sya’ban mejelang Ramadhan. Di sini mereka tidak sekedar mandi bersama antara laki-laki perempuan, tapi juga melakukan ritual dan tata cara serta bacaan doa-doa tertentu yang sudah dilakukan oleh nenek moyang mereka. Tentu sangat disayangkan telah muncul pemahaman salah kaprah seperti ini, apalagi lelaki perempuan yang bukan mahram mandi bersama di tempat terbuka, bukankah hal ini bertentangan dengan agama itu sendiri ?

Makin Lama Makin Maju
Saat Ramadhan tiba masjid-masjid dan mushala penuh sesak, namaun saat memasuki pertengahan shaf-shaf yag ada perlahan-lahan semakin maju, bahkan mendekati lebaran paling-paling tinggal 2 shaf saja. Sebagian dari mereka menghabiskan malam hari dengan sibuk mencari persiapan jelang lebaran. Padahal hal itu bisa dilakukannya di siang hari, tanpa harus mengorbankan keutamaan malam Ramdhan. Dan yang lebih parah lagi, begitu Ramadhan usai maka mesjid dan mushala kembali sepi. Padahal bulan Ramadhan itu merupakan bulan ujian, bulan gemblengan untuk menjadi orang bertaqwa 11 bulan ke depan, jika kemudian setelah Ramadhan semakin menurun, pertanyaannya adalah apakah Ramadhannya kemarin sukses?

Larangan Berjima’ di Malam Iedul Fitri
Ada semacam kepercayaan yang berkembang di tengah masyarakat tentang larangan melakukan hubungan pasutri di malam 1 Syawal, mereka meyakini jika melakukan hubungan pasutri di malam 1 Syawal, anaknya kelak dilahirkan cacat atau meninggal. Tentu kepercayaan atau keyakinan seperti ini sungguh jauh dari agama, Padahal melakukan hubungan pasutri pada malam 1 Syawal dihalalkan dalam Islam.

Takbiran Berlebihan
Dengan dalih menyambut hari kemenangan sebagian umat Islam melakukan turun ke jalan pada malam 1 Syawal atau istilahnya malam takbiran. Sayangnya cara mereka bertakbir ini termasuk berlebihan, padahal sesuatu yang berlebihan itu pastilah ada keburukan. Dengan berbagai atribut, asesoris, lampu warna-warni, kembang api, mercon di jalan-jalan, speaker yang sangat keras, dan hal-hal yang sesungguhnya tidak dicontohkan dalam agama. Sungguh, adalah bagus bertakbir atau takbiran itu, tetapi haruslah yang tepat dan sebagaimana dicontohkan oleh Rasul-Nya. Bukankah Al-Qur’an telah mengatakannya ?

Dan berdzikirlah sebagaimana Allah menunjuki kamu (melalui Nabi-Nya).” (QS.2:198).