Presiden Joko Widodo saat menerima pimpinan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) di Istana Merdeka

Untuk pertama kalinya, pimpinan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) bertemu dengan Presiden Joko Widodo.

Pertemuan digelar di Ruang Oval Istana Merdeka, Jakarta, tepat pada Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1438 Hijriah atau Minggu (25/6/2017) kemarin.

Selama ini, GNPF-MUI gencar melancarkan kritik ke pemerintah, khususnya kepada Presiden Joko Widodo.

Salah satunya melalui berbagai aksi unjuk rasa di Ibu Kota demi menindaklanjuti proses hukum Basuki Tjahaja Purnama atas perkara penodaan agama.

Oleh sebab itu, pertemuan tersebut bisa jadi pemecah kebekuan komunikasi yang selama ini seolah-olah terjadi di antara keduanya.

Pimpinan GNPF-MUI yang hadir, antara lain Dewan Pengawas Yusuf Muhammad Martak, Ketua Bachtiar Nasir, Wakil Ketua Zaitun Rusmin, juru bicara Kapitra Ampera serta pengurus lainnya, yakni Habib Muchsin serta Muhammad Lutfi Hakim.

Sementara itu, Presiden didampingi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin.

Pertemuan tersebut terbilang mendadak. Mensesneg Pratikno mengatakan, Menteri Agama Lukman Hakim baru mengabarkan bahwa pimpinan GNPF-MUI ingin bersilaturahim dengan Presiden pada Minggu pagi.

Saat itu, Presiden Jokowi beserta Wakil Presiden Jusuf Kalla sedang menggelar halalbihalal di Istana Negara.

"Saat open house tadi, Pak Presiden saya lapori (GNPF-MUI) ingin bertemu. Presiden bilang, 'loh ini kan open house, ya siapa saja kita tunggu'," ujar Pratikno.

Melihat respons positif Presiden itu, Pratikno langsung menghubungi Menag Lukman kembali untuk mengundang GNPF-MUI ke Istana.

Pratikno juga berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Wiranto agar ikut serta dalam pertemuan itu.

Awalnya, pertemuan ingin dilangsungkan pada sekitar pukul 10.00 WIB. Namun, rupanya para pimpinan GNPF-MUI baru bisa datang di atas pukul 11.00 WIB.

Kebetulan, saat itu Presiden sudah tidak berada di Istana. Jokowi berada di kediaman Presiden kelima RI sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat.

Oleh sebab itu, pihak Presiden Jokowi mengabarkan kepada para pimpinan GNPF-MUI bahwa pertemuan baru bisa dilakukan pada Minggu siang.

Sekitar pukul 12.30 WIB, akhirnya pertemuan itu terlaksana.

"Beliau-beliau (GNPF-MUI) datangnya sudah jam 11.00 WIB lebih, sedangkan Pak Presiden ada acara syawalan di rumah Ibu Megawati. Maka kemudian (Presiden) agak terlambat. Tapi Presiden kembali ke sini (Istana) dari TU (Teuku Umar)," ujar Pratikno.

Meski mendadak, pertemuan itu berlangsung hangat. Pengamatan Kompas.com, ada momen-momen di mana Presiden Jokowi atau para pimpinan GNPF-MUI berbicara dengan mimik wajah serius. Tidak jarang pula terselip tawa di selanya.

Pratikno melanjutkan, sebenarnya tidak ada hal substansial yang dibahas para pimpinan GNPF-MUI dengan Presiden Jokowi.

Pertemuan ini lebih kepada membangun komunikasi satu sama lain. Namun, Pratikno mengklaim, GNPF-MUI pada intinya mendukung kebijakan pemerintah.

"Intinya, mereka (GNPF-MUI) mendukung sepenuhnya kebijakan pemerintah. Mereka mendukung sepenuhnya pembangunan bangsa ini dan mereka mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Pak Presiden," ujar Pratikno.

Oleh sebab itu, GNPF-MUI berniat untuk mendapatkan akses informasi langsung kepada Presiden.

Hal tersebut diperlukan guna membangun komunikasi yang lebih baik lagi di antara dua belah pihak.

Ketua GNPF-MUI Bachtiar Nasir mengakui bahwa pertemuan itu berlangsung hangat.

"Lebih cair suasana pertemuannya. Suasana Lebaran beda lah dengan suasana demo," ujar Bachtiar.

Presiden mempersilahkan para pimpinan GNPF-MUI untuk bicara satu per satu, menyampaikan apa saja keluh kesah sekaligus masukan mereka terhadap pemerintah.

Presiden Jokowi juga bercerita banyak kepada para pimpinan GNPF-MUI. Salah satu topik pembicaraan adalah program redistribusi tanah yang rencananya akan diluncurkan dalam waktu dekat.

GNPF-MUI mengapresiasi program yang dinilai berpihak pada ekonomi kerakyatan itu.

"Kami juga luar biasa atas keberpihakan beliau dalam hal ekonomi kerakyatan. Cukup bagus, bagaimana kita dengar ada sekian belas juta hektare tanah diperuntukkan bagi masyarakat," ujar Nasir.

Selain itu, Presiden juga 'curhat' soal bagaimana dirinya terus berusaha menjalankan program-program yang sudah dicanangkan.

Bachtiar mengatakan, Jokowi mengakui bahwa program kerjanya tidak seluruhnya dapat diterima masyarakat.

"Presiden (bercerita tentang) mengemban amanat yang cukup berat dan berusaha menjalankan setiap program-programnya dengan (dihadapkan pada) berbagai cara pandang. Ada yang suka, tidak suka," ujar Bachtiar.

"Kemudian Presiden juga (bercerita) harus konsisten dalam program yang dijalankannya dan Presiden bilang 'saya harus berani mengambil risiko itu'. Itu kami kira luar biasa," lanjut dia.

Wakil Ketua GNPF-MUI Zaitun Rasmin mengatakan, pertemuan ini merupakan langkah awal rekonsiliasi.

"Silaturahim ini tentu harus ada tujuan-tujuannya. Ingin memperbaiki kondisi, silaturahim, meningkatkan komunikasi. Itu kan ke arah sana, ke arah rekonsiliasi," ujar Zaitun.

'Win-win solution' adalah prinsip yang akan dijunjung tinggi dalam proses rekonsiliasi itu. Tidak ada yang merasa dikalahkan atau dipermalukan.

Namun, jika memang ada yang harus masuk ranah hukum, prosesnya harus adil.

"Nanti bagaimana kondisi yang tercipta entah oleh siapa itu bisa diselesaikan dan nanti win-win-nya begini, tidak ada yang dipermalukan. Tapi juga hukum jelas terang, tidak ada diskriminasi. Kira-kira begitu," ujar Bachtiar.

Namun, rekonsiliasi itu belum dibicarakan secara teknis. Berdasarkan arahan Presiden Jokowi, teknis rekonsiliasi akan dilaksanakan oleh menteri terkait.

Presiden cukup memberikan instruksi secara umum saja.

Pengurus GNPF-MUI lainnya, Muhammad Lutfi Hakim menambahkan bahwa pertemuan itu membuat 'clear' segala prasangka yang ada.

Kini, tidak lagi ada kecurigaan di kedua belah pihak.

"Kami tahu apa yang ada dalam pikiran Bapak Presiden lalu beliau juga menjadi tahu apa sebetulnya aspirasi GNPF-MUI. Kami sepakat untuk berkomunikasi lebih intens lagi," ujar Lutfi.

Lutfi menegaskan bahwa posisi pemerintah dengan umat Islam saat ini bukan dalam posisi yang berhadap-hadapan.

"Tidak ada yang berhadap-hadapan dalam konteks kebinekaan, dalam konteks Pancasila, dalam konteks NKRI. Tidak ada. Pak Presiden juga memandang umat Islam seperti itu dan suasana ini ingin kami pelihara," ujar Lutfi.
Sumber : http://nasional.kompas.com/read/2017/06/26/07005811/saat.jokowi.dan.gnpf-mui.bertemu.