Dinamakan Bopet Rajawali karena dulu Yusuf, sang pendiri, memiliki klub bulutangkis bernama Rajawali. Bopet sendiri berarti rumah makan kecil atau kedai. Mulanya, rumah makan ini berupa kios kecil di Jalan Muhammad Yamin, Padang, pada 1958. Kios yang tak jauh dari Masjid Muhammadiyah ini dibuka pertama kali oleh Yusuf. Awalnya ia hanya berjualan minuman. Kemudian, ada yang menumpang berjualan soto dan gado-gado di kedai itu. Yusuf hanya mengutip potongan harga dari keduanya. Tahun 1970, Yusuf memutuskan pindah berjualan ke rumahnya di Kampung Jawa Dalam, di belakang terminal bus yang sekarang menjadi Plaza Andalas. Waktu itu, Yusuf sudah membuat gado-gado sendiri sedangkan soto masih dibuat orang lain.
Sayang, penjual soto seringkali tidak berjualan, sehingga mengecewakan pelanggan. Akhirnya, Yusuf tak lagi bekerja sama dengan tukang soto. Beruntung, saat itu seseorang dari Pariaman bernama Toni mengajari istri Yusuf cara memasak soto. Setelah itu, Yusuf memberanikan berjualan soto sendiri, dan ternyata usahanya makin maju. Namun pada suatu waktu, banyak orang yang datang untuk makan di tempat Yusuf, tapi tak pernah kembali lagi. Ternyata itu karena tempat parkirnya tidak memadai. Banyak mobil pembeli yang sering tersenggol becak hingga membuatnya malas datang lagi. Lalu pada 1991, menantu Yusuf, Ali Khan Abu Bakar Alhajj, yang berbisnis barang antik, bidang transportasi, logistik, dan pengepakan barang, membeli sebuah gudang di Jalan Ir. Juanda 33, Padang. Karena sang menantu merasa sayang bila sampai soto Rajawali yang sudah terkenal ini ditinggalkan orang, akhirnya gudang itu dijadikan cabang rumah makan pada 2001. Ali pun kemudian juga ikut membantu berjualan soto.
Sementara kedai yang ada di rumah Yusuf pun masih tetap dibuka hingga sekarang, dan cabang baru di Jalan Ir Juanda juga semakin hari semakin ramai. Pembelinya berasal dari kalangan bawah sampai menteri, Ibu Negara, bahkan dari Kerajaan Brunei. Setiap ada pergantian pimpinan di instansi pemerintah maupun swasta, juga nyaris selalu dirayakan di Bopet Rajawali. Kedai ini juga sering menerima pesanan pesta dan jamuan tamu VIP Bandara Minangkabau, Padang. Itu bisa terjadi karena kedai ini memberikan harga yang standar untuk menu sotonya. Selain itu, juga menerapkan tiga moto dalam pengelolaannya yang tidak bisa ditawar, yaitu kebersihan, pelayanan, dan citarasa. Dan soal rasa, soto Rajawali memang bisa bertahan kualitasnya. Kini seluruh bahan pembuatan soto diracik oleh Naziah, putri Yusuf, yang menikah dengan Ali, pada 1984. Mereka tidak pernah membeli bumbu jadi dan tidak memakai penyedap. Salah satu yang membuat soto Rajawali enak adalah penggunaan kaldu dari tulang sengkel sapi yang dimasak berjam-jam.
Mereka juga tidak pelit terhadap penggunaan bumbu dan hanya menggunakan bumbu yang berkualitas terbaik dan minyak kelapa. Cabai pun juga digiling sendiri. Setiap pagi, soto mulai dimasak pada pukul 03.30. Kuahnya yang dibuat tanpa santan membuat soto Rajawali terasa segar saat disantap, dan sangat cocok dijadikan menu sarapan. Rumah makan yang ramai sejak pagi ini buka mulai pukul 06.30-14.30. Pada akhir pekan soto Rajawali bisa membutuhkan daing sapi hingga 80 kg. Waktu paling ramai adalah pukul 08.30-11.00, di mana biasanya pengunjung yang datang sampai antre. Ali yang tiap hari menjaga cabang di Jalan Ir Juanda, pun hingga kini tetap rajin berkeliling ke meja pembeli untuk mendapatkan masukan.
Harga yang ditawarkan sebanding dengan kelezatannya. Soto daging plus nasi harganya Rp 23.000, sedangkan soto tanpa nasi Rp 21.000 per mangkok. Gado-gado Rp 13.000, sup buntut plus nasi Rp 28.000 per porsi. Hampir setiap hari ada pembeli yang membawa soto ini ke Medan, Jakarta, dan lainnya. Di sini ada pula menu minuman es cencol Air Mata Pengantin ciptaan Naziah, yang dijual per porsi Rp 7000. Minuman bernama unik ini hanya ada di Bopet Rajawali.